06 Oktober, 2009

untuk adikku dian fath

29 September 2009.


teruntuk adikku dian fath,

untuk kedua kalinya kamu kehilangan kakek, pertama kakek kita tersayang, kakek Ibrahim Prentha, kedua kakek haji Harun AlRasyid, dan untuk kedua kalinya kamu gak bisa mengantar mereka sampai ke tempat peristirahatannya.

apa yang ada di dalam benakmu ketika pertama kali mendengar berita duka itu pagi tadi?

apalagi saat kita tau, yang telah tiada adalah orang yang kita kenal, atau bahkan orang yang sangat dekat dengan kita, orang yang tangannya selalu kita cium, orang yang keningnya selalu kita kecup.

kehilangan? tentu saja.

menangis? mungkin saja. tadi pagi pun kuyakin kamu menangis.

setiap mendengar berita kematian, aku suka membayangkan, bagaimana aku nanti jika kedua orang tuaku tiada. sejuta pikiran takut dan lain sebagainya terbayang-bayang di dalam kepalaku.

sempat terbesit, bagaimana kalau aku saja yang pergi duluan, karena mungkin aku tak akan sanggup melihat kedua orang tua ku terbaring kaku meninggalkanku lebih dulu.

aku ingat, nenek haji selalu mengingatkan kita bertiga untuk selalu ingat dengan kematian, yang kemudian dibantah oleh kakek haji supaya jangan selalu menakut-nakuti cucu-cucu kecilnya dengan tausyiah tentang kematian.

kini, kakek haji telah meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya, kakek haji yang empat tahun yang lalu masih berdiri gagah mendoakan saat kita berangkat sekolah, kakek haji yang wajahnya tak pernah kering akan air wudhu, kakek haji yang suka melantunkan ayat suci untuk cucu-cucunya.

sekarang, saatnya kamu yang melantunkan ayat suci untuk kakek, dhey.

dian fath, aku pernah membaca satu kisah,
kisah di jaman rasul.

(suatu malam, seorang sufi melewati makam, disitu dia melihat ada satu orang lelaki tua yang sedang memunguti sesuatu di sekeliling makamnya, sedangkan yang lain hanya duduk termenung di atas makam masing-masing karena tak ada yang bisa dipungut.

malam berikutnya, seorang sufi itu berjalan memperhatikan makam yang sama, lagi-lagi sang lelaki penghuni kubur kembali memunguti sesuatu sambil tersenyum, yang lain? lagi-lagi hanya duduk termenung.

begitu seterusnya setiap malam.

karena rasa penasaran, seorang sufi itupun melakukan dialog dan bertanya pada lelaki penghuni kubur yang tiap malam memunguti sesuatu di sekeliling makamnya.

"assalamualaik ya ahli kubur, apa yang selalu kau pungut setiap malam disekeliling makam mu itu?"

"aku memungut bacaan qur'an yang setiap hari di lantunkan oleh anakku yang sedang berjualan di pasar, setiap saat anakku melantunkan ayat suci khusus untukku, itulah yang kupungut setiap malam".

seorang sufi itupun penasaran, siang harinya ia pergi ke pasar dan memperhatikan anak yang dimaksud itu, memang benar, setiap hari saat sedang berjualan, anak itu tak pernah berhenti membaca quran kecil yang ada ditangannya. berhenti membaca hanya ketika saat ada pembeli dan saat waktu shalat tiba. sedangkan penjual lain mengisi waktu kosongnya dengan berbincang.

malam berikutnya, seorang sufi kembali mendatangi makam, namun ia terkejut, sang lelaki penghuni kubur itu sekarang hanya duduk termenung di atas makamnya tak memungut apapun sambil berwajah murung.

sufi pun menghampiri dan bertanya,
"ya ahli kubur, mengapa sekarang kau terlihat sama dengan penghuni makam lainnya? tak ada satupun yang kau pungut seperti malam-malam sebelumnya. apa yang terjadi?"

sang lelaki ahli kubur pun berkata,
"anak shaleh ku yang biasa melantunkan ayat suci dan mendoakanku telah tiada, kini tak ada lagi yang bisa kupungut, sekarang aku sama dengan penghuni kubur lainnya"

keesokan harinya, sufi pun membuktikan dengan pergi ke pasar tempat anak itu berjualan, dan benar adanya ketika sufi bertanya pada penjual di sekeliling, di jawab bahwa anak itu telah meninggal dunia beberapa waktu yang lalu.)

dian fath, apakah kakek ibrahim selama ini setiap malam seperti itu? memiliki sesuatu yang dipungut atau hanya duduk termenung?

dan apakah nanti kakek haji juga memiliki sesuatu yang dipungut atau juga hanya duduk termenung?

hanya diri kita yang bisa menjawabnya.

jangan biarkan mereka hanya duduk termenung setiap malam menunggu 'kiriman' doa dari kita yang bisa mereka pungut.

P.S. berjuta-juta tak terhingga rasa sayangku untuk kakek ibrahim.