11 Mei, 2009

Terbawa suasana

Novel yang sedang saat ini gue baca -yang membuat gue lupa sejenak sama skripsi, yang membuat gue betah di dalem goa- berjudul


SCAR OF DAVID
SCAR OF PALESTINE

Karangan Susan Abulhawa -pemenang Edna Andrade Fiction dan Creative Nonfiction Award-

Novel fiksi historis yang menceritakan saga mengharukan tentang keluarga Palestine dalam pendudukan israel.
Sebuah cerita tentang keluarga, harapan, dan terutama, tentang cinta yang tak terbatas di dalam hati setiap manusia.

Baca novel ini gue bener-bener berasa turut hadir dan terbawa di suasana Palestine. Gue yang gak begitu tertarik baca novel terjemahan, langsung jatuh cinta begitu melihat novel ini terpajang di rak Gramedia.

Gak jarang gue menitikkan air mata ketika menelaah kata-kata yang ada di dalamnya, merasakan kisah yang mereka alami. Rasa sayang yang besar seorang anak perempuan -Amal- kepada Baba-nya, rasa sayang seorang cucu lelaki -Yousef- kepada Jiddo-nya, rasa sayang seorang mama -Dalia- kepada anaknya -Ismael- yang dirampas oleh tentara israel yang menyebabkan sejak saat itu jiwa seorang ibu hilang tiba-tiba.

Rasa sayang sebesar samudra dan semua ikannya, sebesar langit dan semua burungnya, sebesar bumi dan semua pohonnya.

Salah satu point yang agak mengejutkan, bagi orang Yahudi, belas kasihan terhadap orang-orang Palestine adalah suatu KEMEWAHAN. Demmmmmmmm, betapa kejinya mereka.

Ada suatu kalimat di novel ini yang gue suka dan gue baca berulang-ulang.
'Kita semua dilahirkan dengan harta karun terhebat yang akan kita miliki seumur hidup. Salah satu harta karunmu adalah akalmu, yang lain adalah hatimu. Dan perangkat-perangkat tak tergantikan untuk harta karun itu adalah waktu dan kesehatan.'

yak, akal dan hati selalu berjalan bersama-sama. Cara kita menggunakan karunia yang Allah berikan untuk menolong diri kita sendiri pada dasarnya adalah cara kita menyembah-Nya.

Kisah empat generasi yang ada di novel ini sangat mengharukan. Mereka yang telah mencicipi getir dan gelapnya dunia saat kehilangan orang-orang tersayang, dan mengalami hampanya hidup sebagai pengungsi. Seperti yang gue bilang, baca novel ini rasanya seperti ikut larut dalam suasana.

*lanjutin lagi aaaahh bacanya :D